Sepi

Catatan ini aku buat tepat pukul 21.05 WITA di hari paling sibuk dalam sejarah pekerjaanku, tepatnya hari selasa 20 Agustus 2013. Dengan musik country kegemaranku yang dilantunkan oleh Miranda Lambert aku mulai terbuai alunan nadanya dan mengantarkanku pada sebuah pena yang terus tertoreh di lembar usang diary pemberian salah seorang sahabat yang kuanggap seperti keluarga kedua.
Dear Diary,
Sekarang aku telah berusia 25 tahun. Aku melewati masa kecil yang sedikit aneh namun menantang, masa remaja yang sangat menyenangkan dengan beberapa orang sahabat yang kini telah punya kehidupan masing-masing, menjadi pelajar dan mahasiswi teladan dengan sejuta peraturan. Menjadi cewek semimaskulin yang hobi jalan dan mulai bekerja di usia yang sangat belia hanya untuk mendapatkan tambahan uang jajan hingga akhirnya mengalami kebosanan dan kejenuhan hidup yang teramat sangat besar.
Mengenal cinta, mencintai secara diam-diam, mengungkapkan ditolak dan dipermainkan, mengenal cinta terlarang yang manis sekaligus menyayat dalam relung hati yang paling dalam, mencoba menjalani cinta yang dikatakan cinta sejati oleh sebagian besar orang namun berujung menyakitkan dengan luka yang teramat sangat dalam dengan sejuta kesabaran dan pembelajaran.
Entah sudah berapa lama menghabiskan malam dengan mata telanjang terus memandang keluar dari ruang hampa yang tercipta begitu saja tanpa harapan. Mengisi waktu dalam kesendirian dengan berfikir dan merenung sambil terus memandang perubahan yang terjadi di luar sana tanpa melakukan perubahan berarti bagi diri sendiri.
Menulis, melukis, mendengar musik, membaca, menjahit, memasak, membuat kamar berantakan dan berbicara dengan benda mati bernama mulai menjadi kegemaran untuk mengusir rasa sepi yang teramat sangat dalam. Entah mengapa di tengah keluarga, orang-orang yang menyayangiku, teman-teman, sahabat dan semua yang kukenal kuhargai dan juga kusayangi, aku tetap saja merasa kesepian, selalu kesepian. rasa kesepian yang sangat besar hingga ke relung hati yang terdalam, dengan semua hiruk pikuk dunia, dengan semua polesan keceriaan yang dibuat makhluk ciptaanNya, aku tetap merasa sepi dan hampa.
Terkadang ketika mengadu padanya dan membaca kitabNya dalam doa, aku merasa sedikit terobati dengan sejuta nasehat berharga jika disimak dengan seksama. Namun terkadang ini hanya berjalan sementara, dan pada akhirnya kesepian itu mulai melanda, lagi dan lagi tanpa berkesudahan.
Rasa itu menorehkan air mata yang menutupi indera penglihatanku dengan kabutnya, sunyi dan hampa.
Aku mencari sesuatu yang tidak kutahu apa jenisnya, sesuatu yang bisa memuaskan dahaga, sesuatu yang menghancurkan rasa sepi yang telah menjadi gunung es di dalam dada, tapi pada akhirnya semakin keras ku berfikir sesuatu yang kucari itu semakin kabur bahkan menghilang, semua tampak gelap dari kejauhan maupun dari dekat. Aku tidak tahu apa yang kucari apa yang kuinginkan, semua buram.
Aku sadar dibalik semua luka selalu ada obat penyembuhnya. Aku selalu percaya agama dan Tuhanku sangatlah berharga, keluarga dan orang-orang disekitarku membawaku ke suatu tempat dimana aku akan belajar mengenal dunia, selalu ada hikmah disetiap peristiwa pada akhirnya.
Menulis adalah obat mujarab penghapus air mata, luka, dan jiwa yang selalu mengantarkanku pada rekaman peristiwa yang membuatku tersenyum bahagia saat membacanya. Lukisan adlah potret perasaan akan sebuah jiwa yang terus mencoba tetap hidup di dunia, membaca selalu memberikan inspirasi dengan berjuta nasehat pada akhir cerita, menjahit dan memasak membuatku menghabiskan waktu tanpa mengingat luka, musik selalu menjadi teman setia sepanjang usia.
Terus hidup, terus berharap, terus bermimpi. Wujudkan dan buktikan hingga saatnya aku benar-benar merasa bahwa aku tidak sendiri disini dalam relung hati ini.

Komentar

Postingan Populer